kabardesaonline.com,
Pati - Anjloknya harga komoditas ketela sampai menyentuh angka 75 persen
telah membuat resah para petani ketela di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten
Pati - Jawa Tengah dalam musim panen tahun ini.
Seperti sempat
diisukan beberapa waktu yang lalu, baik dalam perbincangan di kalangan petani, di
media-media online dan media sosial bahwa hal tersebut diduga karna permainan harga
secara sepihak oleh Pengusaha Tapioka.
Menanggapi hal
tersebut, Harnoto selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Tapioka kabupaten melalui
wawancara eksklusifnya dengan kabardesaonline.com pada Jum’at (04/11) di Desa Sidomukti -
Margoyoso membantah tuduhan itu dengan memberikan penjelasan teknis sebab
akibat anjloknya harga ketela yang menurutnya adalah fluktuasi harga pasar.
“ Kita kemaren
pernah ada komunikasi dengan pihak Petani.
Bagaimanapun juga yang membuat harga seperti ini bukan kita-kita. Karna
proses pasar seperti ini, terjadi over suplay, terus barang kita belum
mampu berkompetisi di Asean. Sementara ini kan kita sedang menghadapi MEA
(Masyarakat Ekonomi Asean). Barang-barang kita terutama tepung tapioka,
glukosa, dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan ketela ini kan banyak
diimport dari Thailand, bahkan dari China, sehingga produk Indonesia di pasaran
kurang diminati ” terang Harnoto
Lebih lanjut
Harnoto juga menjelaskan bahwa Pihaknya sebagai paguyuban pengrajin tapioka sebenarnya sudah pernah audensi di Kantor
Dispertanak Kabupaten Pati bersama Asosiasi Petani Ketela Kab. Pati atau yang
disingkat ASPEK Pati ketika mau dibentuk.
Dalam pertemuan
tersebut Harnoto mengajak para petani untuk bersama-sama menghitung dan
memahami bagaimana proses harga pasar terbentuk. Dimana dalam pasar
tidak ada perantara. Penjual dan pembeli bertemu secara langsung dan
menyepakati harga.
Ketika ditanya
mengenai besaran repaksi Harnoto menjelaskan bahwa hitungan repaksi yang selama
ini berlaku merupakan kearifan lokal yang sudah terbentuk sejak lama secara
turun temurun, dihitung juga dengan biaya ongkos produksi upah pekerja yang
berlaku di wilayah Pati. Tidak bisa disamakan dengan wilayah lain yang proses
pengolahannya sudah menggunakan peralatan yang modern, seperti di Solo
misalnya.
Harnoto yang
selain sebagai pengusaha tapioka juga sebagai pelaku penanam atau petani ketela
memberikan masukan kepada para petani agar bisa melakukan eko efisiensi,
inovasi, dan modernisasi dalam penggarapan lahan agar tidak mengalami banyak
kerugian ketika harga pasar sedang turun.
Harnoto
mencontohkan, bahwa dalam penggarapan lahan dengan luas yang sama dengan para
petani pada umumnya ia mampu menghemat cost sampai 4 juta rupiah dari cost
umum yang sampai 7 juta rupah. Lahan
yang ia garap tidak pernah diberi pupuk juga tidak pernah dicangkul seperti
pada umumnya, melainkan dengan menerapkan semprot Aplikasi Bakteri yang berfungsi sebagai penggembur tanah secara
alami.
Reporter : Ega
& Al
Editor : Aif
0 Response to "Asosiasi Pengusaha Tapioka Kab. Pati bantah mainkan harga, Ternyata ini sebab anjloknya harga Ketela"
Posting Komentar
HAK JAWAB DAN KOREKSI BISA DIKIRIMKAN KE EMAIL KAMI ATAU BISA DITULIS DI KOLOM KOMENTAR